“Lembar Saham”
Daftar Isi
Pengantar
Perlu diketahui, perusahaan terbuka yang statusnya sudah go public, pastinya memiliki pemegang saham yang lebih dari 1 pihak, dan setiap pihak memiliki porsi saham yang berbeda. Sehingga, jumlah saham yang ada dalam perusahaan lebih dari 1 lembar.
Sesuai dengan keputusan management emiten tersebut, lembar saham akan disesuaikan dengan fleksibilitas untuk dimiliki, dijual, bahkan diperjualbelikan oleh investor maupun trader. Bisa jadi dalam proses IPO pun lembar saham akan berubah menjadi lebih banyak. Setelah proses IPO tersebut, umumnya ada pemegang saham publik yang sering disebut dengan istilah free float saham dan total lembar saham keseluruhan perusahaan yang lebih dikenal dengan istilah outstanding shares.
Pengertian Lembar Saham
lembar saham merupakan sebuah satuan kepemilikan saham berdasarkan nilai modal dan porsi kepemilikan terhadap keseluruhan modal awal. Mungkin sedikit sulit untuk menjelaskan pengertian lembar saham ke dalam definisi yang mudah dipahami. Akan tetapi, ada cara lain untuk memahami pengertiannya ini dengan contoh lembar saham berikut.
Contohnya, kamu dan dua orang temanmu ingin membuat sebuah usaha patungan dalam bentuk perseroan terbatas (PT). Modal awal yang dibutuhkan untuk membangun PT adalah Rp10 miliar. Dari angka tersebut, kamu menyetorkan modal awal Rp8 miliar, sedangkan teman kamu menyetorkan masing-masing Rp1 miliar dan Rp1 miliar.
Dengan kondisi tersebut, maka bisa disimpulkan porsi kepemilikan saham perusahaan masing-masing:
Kamu memiliki porsi 80 persen, dari Rp8 miliar/Rp10 miliar. Sedangkan kedua temanmu masing-masing memiliki porsi 10 persen, dari Rp1 miliar/Rp10 miliar
Kemudian perlu dipahami bahwa nilai kapitalisasi dari perusahaan di atas adalah Rp10 miliar. Kemudian jika bicara mengenai nominal per 1 lembar saham. Hal ini bergantung pada kesepakatan seluruh pemilik modal. Contohnya, dalam kasus di atas, seluruh pemilik modal sepakat bahwa harga per 1 lembar saham adalah Rp10.000.
Dengan begitu, maka jumlah lembar saham yang dimiliki masing-masing pemodal adalah:
Kamu dengan porsi kepemilikan 80 persen memiliki, 800.000 lembar saham (Rp 8 miliar/Rp 10.000) Kedua temanmu dengan porsi kepemilikan 10 persen memiliki 100.000 lembar saham (Rp 1 miliar/Rp 10.000)
Selain perhitungan itu, kamu juga bisa simpulkan bahwa banyak sedikitnya lembar saham juga akan mempengaruhi harga saham. Banyak atau sedikitnya di pasaran ini disebut sebagai outstanding shares.
Apa Itu Lot
Lot adalah satuan resmi yang telah ditetapkan oleh Bursa Efek Indonesia (BEI) dalam transaksi jual beli saham. Mungkin masih ada beberapa yang menanyakan terkait 1 lot berapa lembar saham? Melihat pada aturan BEI, 1 lot setara dengan 100 lembar saham. Ketika ingin bertransaksi saham, seorang investor wajib hukumnya untuk membeli atau menjual minimal 1 lot saham.
Seperti yang telah diketahui, dalam dunia penanaman modal di Indonesia, 1 lot saham sama dengan 500 lembar saham. Akan tetapi, pada 6 Januari 2014, BEI mengeluarkan aturan baru yang menetapkan 1 lot saham sama dengan 100 lembar saham.
Hal ini juga dilakukan agar pasar saham tidak selamanya dikuasai oleh perusahaan besar atau orang berduit saja. Investor dengan penyediaan modal terbatas seperti karyawan swasta, pelaku usaha kecil, mahasiswa hingga ibu rumah tangga bisa ikut terlibat dalam investasi saham. Sejak berlakunya aturan ini, maka calon investor dengan dana di bawah Rp500 ribu sudah bisa berinvestasi.
Saat menjadi investor, perlu memilih saham yang sesuai dengan kepemilikan modal awal. Contohnya, kamu tertarik membeli saham PT. XYZ yang dijual Rp5000 per lembarnya. Dengan modal di rekening sekuritas senilai Rp1 juta, Kamu sudah bisa membeli dua lot atau dua ratus lembar saham PT. XYZ.
Kebijakan mengenai jumlah saham setiap lot pun juga bisa berubah sewaktu-waktu sesuai ketentuan BEI. Pada umumnya perubahan ini dilakukan di akhir tahun untuk menyambut semester baru. Perubahan yang dilakukan tentunya untuk meningkatkan likuiditas perdagangan. Bahkan, ada wacana bila BEI ingin mengubah aturan 1 lot menjadi 50 lembar saham di kemudian hari.
Sebagai informasi, ukuran penetapan 1 lot berapa lembar saham tidak selalu sama di setiap negara. Di Amerika Serikat misalnya, setiap investor dimungkinkan untuk membeli satu lembar saham. Adapun di Hong Kong, besarnya jumlah dalam satu lot sangat tergantung pada jenis saham.
Cara Menghitung Harga Saham Per Lembar
Idealnya, seorang investor yang ingin membeli saham mencari harga yang murah. Sebab, dengan mendapatkan harga yang murah, mereka berekspektasi akan mendapatkan keuntungan yang besar ketika harganya melonjak naik dari harga awal ketika mereka membelinya.
Namun, banyak investor awam yang menilai harga suatu saham mahal atau murah hanya mengacu pada harga nominalnya saja. Padahal terdapat rumus harga saham dalam menentukan saham yang akan kamu beli terbilang mahal atau murah.
Rumus tersebut dibagi menjadi 4 jenis rasio saham. Dengan mengetahui keempatnya mungkin kamu bisa membedakan mana saham mahal dan mana saham murah.
- PBV (Price to Book Value Ratio)
PBV (Price to Book Value Ratio) atau dalam bahasa Indonesia dapat disebut dengan Rasio Harga terhadap Nilai Buku digunakan untuk membandingkan kapitalisasi pasar perusahaan dengan nilai bukunya sendiri (perusahaan). Rasio PBV memberikan gambaran berapa banyak pemegang saham yang membiayai aset bersih perusahaan.
Nilai Buku di sini merupakan nilai aset perusahaan yang tercantum dalam laporan keuangan atau Balance Sheet dan dihitung dengan cara mengurangkan kewajiban perusahaan dari asetnya (Nilai Buku = Aktiva – Kewajiban). Bisa juga dikatakan rasio ini dapat menunjukan apa saja yang akan diperoleh pemegang saham setelah perusahaan terjual dan hutangnya semua telah dilunasi.
Pada umumnya Jika nilai BVPS di atas nilai 1, kesimpulannya harga saham tersebut terbilang mahal, begitupun sebaliknya. Berikut rumus harga saham berdasarkan rasio ini:
Price to Book Value = Harga per Lembar Saham / Nilai Buku per lembar Saham
atau dalam bahasa Inggris: Price to Book Value (PBV) = Stock Price per Share / Book Value Per Share.
Contoh Perhitungan PBV (Price to Book Value Ratio)
Harga 1 lembar saham Bank Negara Indonesia Tbk dengan kode emiten BBNI tanggal 24 September 2021 sebesar Rp5.000 sedangkan nilai Buku 1 lembar saham sebesar Rp2.500. Berikut perhitungan rasio PBV BBNI:
PBV (Price to Book Value Ratio) = Harga per Lembar Saham / Nilai Buku per lembar Saham
= Rp5.000 / Rp2.500, = 2
Jadi PBV (Price to Book Value Ratio) Bank Negara Indonesia Tbk adalah sebesar 2 kali.
- PER (Price to Earnings Ratio)
PER (Price to Earnings Ratio) merupakan sebuah rasio untuk menilai perusahaan yang diukur dari harga saham saat ini terhadap pendapatan per-sahamnya (EPS).
Umumnya, digunakan oleh investor dan analis untuk menentukan nilai relatif dari saham perusahaan dalam perbandingan apple to apple. Selain itu dapat digunakan untuk membandingkan perusahaan dengan catatan sejarahnya sendiri atau untuk membandingkan pasar agregat satu sama lain atau dari waktu ke waktu.
Jika nilai rasio PER lebih tinggi menunjukkan bahwa pasar bersedia membayar lebih terhadap pendapatan atau laba suatu perusahaan, serta memiliki harapan yang tinggi terhadap masa depan perusahaan tersebut sehingga bersedia untuk menghargainya dengan harga yang lebih tinggi.
Di samping itu, rasio PER yang lebih rendah menggambarkan bahwa pasar tidak cukup percaya terhadap masa depan saham perusahaan yang bersangkutan. Ini rumus harga saham berdasarkan rasio Price to Earnings Ratio (PER) = Harga Saham / Laba per Saham
Contoh Perhitungan Price to Earning Ratio (PER)
Harga 1 lembar saham perusahaan XVZ adalah Rp5.000 dengan rasio EPS sebesar Rp200. Maka Rasio PER-nya adalah Rp5.000/Rp200 = Rp250. Ini menandakan bahwa Investor bersedia untuk membayar Rp250 untuk setiap Rp1 pendapatan perusahaan.
- PEG Ratio (Price Earning Growth Ratio)
Selanjutnya, PEG Ratio (Price Earning Growth Ratio) merupakan rasio yang menghitung nilai saham berdasarkan pendapatan saat ini dan potensi pertumbuhannya di masa yang akan datang.
Dalam artian, rasio ini banyak digunakan oleh investor untuk mengetahui apakah saham yang diliriknya tengah berada di atas atau di bawah harga, dengan mempertimbangkan pendapatan saat ini dengan tingkat pertumbuhan yang akan dicapai oleh perusahaan pada masa yang akan datang.
Tak hanya itu, rasio ini juga digunakan dengan cara membandingkan antara harga dengan pertumbuhan laba. Rasio ini memperhatikan pertumbuhan laba suatu perusahaan secara historis.
Cara melakukan perhitungannya adalah membagi PER dengan pertumbuhan laba dalam satu tahun. Makin rendah hasil rasio PEG maka akan semakin baik peluang harga saham tersebut akan meningkat di masa mendatang.
Untuk menghitung PEG (Price/Earnings to Growth Ratio) kamu bisa menggunakan rumus:
PEG = PER / Pertumbuhan EPS Tahunan.
PER (Price per Earning Ratio) adalah Rasio Harga terhadap Pendapatan dan EPS (Earning per Share) adalah laba 1 lembar saham
Contoh Perhitungan PEG (Price/Earning to Growth Ratio)
Untuk mendapatkan nilai PEG, kamu sebelumnya harus menghitung nilai EPS terlebih dahulu, berikut contoh perhitungannya:
Pada tanggal 24 September 2021, PER (Price Earning Ratio) PT. XYZ sebesar 17,93. EPS (Earning per Share) pada tahun 2020 adalah sebesar Rp192 dan tahun 2021 adalah sebesar Rp327.
Pertumbuhan EPS = EPS 2017 – EPS 2016 (Rp237 – Rp192)/Rp237
= (Rp45/Rp237)
= 0.23 atau 23%.
Setelah mendapatkan Pertumbuhan EPS, maka kamu masukkan ke rumus PEG sebagai berikut:
PEG = PER / Pertumbuhan EPS Tahunan
= 17,93 / 23% = 76,5%
Jadi PEG untuk PT. XYZ sebesar 76,5% atau 0,765.
- Dividend Yield
Terakhir, Dividend Yield adalah sebuah metode untuk mengukur jumlah arus kas yang kamu dapatkan untuk setiap rupiah yang kamu investasikan dalam pasar ekuitas. Dalam artian, ini adalah ukuran berapa banyak uang yang kamu dapatkan dari dividen. Dividend Yield pada dasarnya adalah pengembalian investasi untuk saham tanpa capital gain.
Kamu juga perlu memperhatikan konsistensi suatu perusahaan dalam memberikan dividen. Jika perusahaan tersebut secara konsisten membagikan dividen dalam 10 tahun terakhir maka bisa dikatakan saham perusahaan tersebut layak untuk dibeli.
Idealnya, semakin tinggi Dividend Yield maka saham tersebut makin menarik, namun konsistensi sebuah perusahaan dalam membagikan dividen juga perlu diperhatikan. Berikut rumus harga saham berdasarkan Dividend Yield, dan berikut ini contoh perhitungannya:
Per tanggal 24 September 2021, Harga 1 lembar saham PT. XYZ diperdagangkan sebesar Rp16.200, sedangkan pada tahun 2020 dividen 1 lembar saham tahunan yang dibagikan sebesar Rp428.
Dividend Yield = (Dividen 1 lembar Saham Tahunan / Nilai Pasar 1 lembar Saham) x 100
= (Rp428 / Rp16.200) x 100 = 2,64%
Jadi dividen PT XYZ adalah sebesar 2,64%.
Perlu diingat, bahwa harga nominal saham tidak memberikan petunjuk apakah berinvestasi di perusahaan tersebut merupakan keputusan yang paling tepat, atau apakah nilai perusahaan ini yang terlalu tinggi. Jadi, sebaiknya gunakanlah keempat rumus harga saham tersebut untuk kamu jadikan acuan dalam menilai harga saham murah atau mahal.
Cara Menghitung Laba Per Lembar Saham
Laba per saham atau dalam bahasa inggrisnya earning per share (EPS) ternyata cukup penting kamu ketahui. Perlu diketahui bahwa EPS merupakan laba bersih perusahaan yang didapatkan pada suatu periode per jumlah saham yang beredar. Untuk mengetahui hal ini lebih dalam, simak ulasan berikut ini.
Pada umumnya, laporan per saham dimanfaatkan pimpinan perusahaan untuk mengelola laba perusahaan yang akan dialokasikan sebagai dividen yang akan dibagikan kepada para investor. Informasi yang didapatkan dari pendapatan per saham ini juga berguna untuk investor, salah satunya digunakan untuk mengetahui kesehatan finansial perusahaan yang mereka tanam.
Tak bisa dipungkiri keberadaan EPS bisa menjadi tolak ukur profitabilitas dari perusahaan. Jika laporan keuangan perusahaan di industri sejenis dibandingkan, maka laba per saham ini bisa menjadi acuan untuk kamu mana perusahaan yang memiliki kekuatan profitabilitas nya lebih tangguh.
Untuk mengetahui konsistensi dari nilai profitabilitasnya, kamu juga bisa membandingkan EPS ini dari tahun ke tahun. Disana, kamu bisa melihat apakah perusahaan tersebut stagnan, konsisten tumbuh, inkonsisten, atau performanya malah makin memburuk.
Untuk investor, hal ini sangat penting. Sebab harga per saham ini juga bisa jadi acuan mengenai uang yang dihasilkan perusahaan untuk kamu sebagai investornya. Berikut ini ada beberapa cara dalam menghitung besaran laba per 1 lembar saham.
- Laba Per Saham Dasar
Laba per saham dasar ini adalah sebuah keuntungan perusahaan dalam suatu periode untuk setiap jumlah saham biasa yang beredar. Untuk menghitungnya cukup mudah, yakni laba bersih yang sudah dikurangi dividen bagi pemegang saham biasa dibagi rata-rata tertimbang dari saham biasa yang beredar di periode tersebut.
Rumus untuk earning per share dasar ini adalah:
LPS dasar= (Laba bersih setelah pajak – dividen) / jumlah saham yang beredar
Jika ada transaksi yang menjadikan jumlah saham biasa berubah, maka rata-rata tertimbang dari saham tersebut juga harus diubah sesuai dengan jumlahnya tersebut. Ada beberapa hal yang bisa mengubah jumlah saham biasa, yakni:
- Pembagian dividen, baik itu saham bonus ataupun saham biasa
- Adanya penerbitan rights issue atau Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (HMETD) untuk investor lama
- Stock splits atau pemecahan saham
- Dilakukannya penggabungan saham
Contoh Menghitung EPS:
- XYZ memiliki modal saham yang beredar pada tahun 2021 sejumlah 2.000 lembar saham. Di tahun tersebut, PT. XYZ mendapatkan laba bersih sebesar Rp500.000.000. Diketahui, saham memang telah beredar semenjak awal tahun dan tidak terdapat saham preferen. Maka, EPS atau pendapatan PT. XYZ adalah:
Rp500.000.000 – 0/2.000 = Rp5.000.000
- Laba Per Saham Dilusian
Biasa dikenal sebagai diluted EPS, laba per 1 lembar saham dilusian merupakan laba yang didapatkan dari hasil konversi efek dilutif menjadi saham biasa. Untuk itu, efek dilutif yang bisa dijadikan saham biasa atau convertible securities adalah sebagai berikut ini:
- Efek utang yang memang bisa ditukar menjadi saham biasa
- Opsi saham ataupun waran, yakni instrumen keuangan yang membuat pemiliknya memiliki hak untuk membeli saham biasa di dalam periode tertentu.
- Kebijakan perusahaan di mana mereka memberi hak pada karyawannya untuk mendapatkan saham sebagai remunerasi atau hak membeli saham sesuai dengan syarat-syarat tertentu.
- Saham yang terbit dengan terpenuhinya kondisi-kondisi yang telah disepakati di dalam sebuah perjanjian.
Contoh Menghitung Diluted EPS:
- XYZ di tahun 2020 mendapatkan pendapatan bersih Rp5.000.000. Diketahui PT. XYZ memilih 1.000.000 saham rata rata tertimbang yang beredar di tahun 2019 dengan pajak yang dibayarkan senilai 40%.
Selain itu, PT. XYZ juga mempunyai 1.000 saham preferen konversi dan membayar dividen Rp50 per 1 lembar saham preferennya. Untuk saham preferen itu sendiri, dapat dijadikan saham biasa dengan dikonversi menjadi senilai Rp100 per lembar.
Dalam penghitungan diluted EPS ini, maka kamu harus mengetahui dahulu jumlah saham yang telah dikonversi tersebut. Jika ada 1.000 saham preferen, maka jumlah saham biasa setelah dikonversikan menjadi:
100×1.000 = Rp100.000
Maka rumus yang digunakan adalah:
Diluted EPS = (Laba bersih – Dividen saham preferen + Dividen saham preferen konversi)/ (Rata-rata tertimbang jumlah saham beredar + Saham biasa baru dikeluarkan setelah konversi)
= (Rp5.000.000 – Rp50.000 + Rp50.000) / (1.000.000 + 100.000)
= Rp4,55
Itulah cara menghitung diluted EPS. Meskipun rumusnya lebih kompleks dibanding EPS biasa, akan tetapi sebenarnya cukup mudah untuk dioperasikan. Baik rumus EPS biasa dan diluted EPS ini penting untuk diketahui agar kamu bisa dengan segera mengetahui nilai profitabilitas perusahaan yang kamu ingin investasikan.
Cara Menghitung Dividen Per Lembar Saham
Dividend per share atau DPS merupakan sistem pembagian laba perusahaan kepada pemegang saham berdasarkan banyaknya jumlah saham yang dimiliki. Pengertian lainnya dari DPS adalah dividen untuk pemegang saham yang dihitung dari jumlah saham yang dipegangnya saat pembagian tersebut. Sehingga, bisa disimpulkan bahwa DPS adalah hak para pemegang saham atas saham yang dimilikinya dalam suatu perusahaan.
Pembagian DPS akan mengurangi laba ditahan dan kas yang tersedia bagi perusahaan, tetapi distribusi keuntungan kepada para pemegang saham memang adalah tujuan utama suatu bisnis. Selain DPS, istilah lain yang juga digunakan dalam perhitungan dividen adalah price earning ratio yang merupakan rasio harga saham perusahaan terhadap pendapatan per saham perusahaan.
Sebelum membahas cara menghitung DPS, ada baiknya kamu juga mengetahui beberapa jenis dividen. Ada 5 jenis dividen yang dibayarkan oleh perusahaan, diantaranya:
- Dividen Tunai
Dividen tunai adalah sebuah metode paling umum untuk pembagian keuntungan perusahaan. Dividen ini dibayarkan dalam bentuk tunai dan dikenai pajak pada tahun pengeluarannya. Biasanya, perusahaan publik membayarkan dividen ini secara berkala antara dua sampai empat kali dalam satu tahun dan dividen ini dikenai pajak sesuai dengan aturan yang berlaku pada waktu dikeluarkannya dividen tersebut.
- Dividen Saham
Sedangkan, untuk dividen saham merupakan dividen yang cukup umum dilakukan dan dibayarkan dalam bentuk saham tambahan. Biasanya dividen ini dihitung berdasarkan proporsi terhadap jumlah saham yang dimiliki oleh para pemegang saham.
Metode jenis ini lebih mirip dengan stock split sebab dilakukan dengan cara menambah jumlah saham sambil mengurangi nilai tiap saham sehingga tidak mengubah kapitalisasi pasar. Dengan metode ini, para pemegang saham akan menerima saham lebih banyak setelah mendapatkan dividen jenis ini.
- Dividen Likuidasi
Selanjutnya, dividen likuidasi merupakan dividen yang dibayarkan sebagai bentuk pengembalian modal. Umumnya, dividen jenis ini berlaku jika perusahaan akan mengalami kebangkrutan. Perusahaan akan mengeluarkan dividen likuidasi jika masih memiliki aset atau sisa kekayaan yang masih dimiliki.
- Dividen Skrip
Dividen skrip adalah dividen yang dibayarkan dalam bentuk surat janji hutang. Perusahaan akan membayarkan dividen ini pada waktu dan jumlah yang telah ditentukan sesuai surat janji hutang yang telah disepakati. Surat hutang ini juga akan dikenakan bunga sampai uang tersebut dibayarkan kepada pemilik saham. Jenis dividen skrip dipakai karena menipisnya persediaan uang tunai perusahaan yang akan menyebabkan perusahaan mempunyai hutang jangka pendek kepada pemegang surat tersebut.
- Dividen Properti
Terakhir, dividen jenis ini dibayarkan dalam bentuk aset. Pembagian dividen dengan cara ini sangat jarang dilakukan karena cukup sulit dalam perhitungannya. Biasanya, perusahaan yang membagikan dividen properti ini karena uang tunai yang ada di perusahaan sudah digunakan untuk investasi pada bidang atau perusahaan lain.
Setelah memahami beberapa jenis dividen, berikut ini cara lengkap menghitung DPS yang dapat dilakukan dengan menggunakan sebuah rumus yang sudah ditetapkan. Adapun rumus DPS itu sendiri ialah:
Dividend per Share (DPS) = Jumlah Dividen yang dibayarkan / Jumlah Lembar Saham
Jumlah dividen yang dibayarkan sendiri memiliki rumus:
Laba Bersih x Dividen Payout Ratio
Pada umumnya, besarnya dividen payout ratio ditentukan dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) berdasarkan data dari laporan keuangan yang ada. Agar lebih mudah dalam memahami dan menghitungnya, berikut contoh perhitungan DPS.
Berdasarkan hasil rapat pemegang saham, PT. XYZ mengumumkan laba bersih mereka adalah Rp1.000.000.000 dan ditentukan dividen payout ratio sebesar 20%. Saham PT. XYZ yang beredar adalah sebanyak 1.000.000 lembar saham. Berapakah dividend per share (DPS) PT XYZ?
Cara menghitung DPS dengan menggunakan rumus DPS di atas adalah:
Tentukan terlebih dahulu jumlah dividen yang dibayarkan:
Rp 1.000.000.000 x 20% = Rp 200.000.000
Kemudian baru menghitung DPS:
DPS = Rp 200.000.000 / 1.000.000 lembar saham
DPS = Rp 200 per lembar saham
Jadi dividen per share (DPS) PT. XYZ adalah sebesar Rp 200 per lembar saham.
Pertanyaan Seputar Lembar Saham
Berikut ini ada beberapa pertanyaan yang kerap menjadi keresahan para investor pemula. Lebih jelasnya terkait solusi dan dunia saham, kamu perlu menyimak dan memahami jawaban di bawah ini.
1 Lembar Saham Berapa Lot?
Mengacu pada aturan BEI, 1 lot = 100 lembar saham. Sehingga, ketika kamu ingin membeli saham, maka kamu wajib membeli atau menjual 100 jumlah lembar saham atau 1 lot saham.
Sebelumnya dalam dunia penanaman modal di Indonesia, 1 lot saham sama dengan 500 lembar saham. Namun, pada 6 Januari 2014, satuan perdagangan saham memiliki aturan baru, di mana BEI telah menetapkan satuan lot saham sama dengan 100 lembar saham.
Hal ini dilakukan agar pasar saham tidak selamanya dikuasai perusahaan besar atau orang yang memiliki uang saja. Investor dengan penyediaan modal terbatas seperti karyawan swasta, pelaku usaha kecil, mahasiswa hingga ibu rumah tangga pun bisa ikut terlibat dalam investasi saham.
Misalnya, kamu berencana membeli saham X dengan harga Rp7.500 per lembar. Jadi rumusnya adalah Rp7500 x 100 lembar = Rp750.000. Artinya untuk membeli saham X, kamu harus membayar minimal 1 lot sebesar Rp750.000.
Bagaimana Menentukan Harga Ideal Lembar Saham?
Sebenarnya, ada banyak rumus yang digunakan investor untuk menentukan kelayakan harga saham. Salah satu cara valuasi yang populer dan tidak terlalu rumit untuk mengukur mahal atau murahnya sebuah saham adalah price earning ratio (PER) atau rasio harga saham terhadap laba bersih emiten.
Secara sederhana, semakin tinggi atau besar nilai PER, maka harga saham emiten yang bersangkutan dianggap semakin mahal, dan semakin kecil rasionya, makin murah. PER yang rendah menunjukkan harga saham masih murah sehingga memberi peluang terhadap kenaikan harga saham di masa mendatang.
Begitu juga sebaliknya, dengan PER yang tinggi sering diasosiasikan sebagai saham dengan harga yang cukup mahal sehingga sulit untuk naik lagi dan pada akhirnya berpeluang untuk turun kembali ke nilai fundamentalnya. Secara matematis, formula yang berlaku umum untuk menghitung PER adalah harga saham dibagi dengan earning per share (EPS) atau laba per saham. EPS ini diperoleh dari laba bersih dibagi dengan jumlah saham beredar. Hasil dari formula ini adalah kebenaran mutlak.
Akan tetapi, investor juga bisa melihat valuasi PER dari sudut pandang sebaliknya, yaitu PER yang tinggi menunjukkan ekspektasi pasar terhadap saham bersangkutan. Kendati demikian, cara tersebut menjadi sebuah kebenaran yang relatif, tergantung dari sudut pandang masing-masing investor.
Tak hanya PER, ada pula cara yang tidak rumit lainnya, yaitu price to book value (PBV) atau rasio harga saham terhadap nilai buku. Para penganut model ini biasanya menilai PER kerap berubah secara drastis lantaran dihitung berdasarkan laba bersih perusahaan dalam suatu periode tertentu. Seperti diketahui, laba kerap berubah tidak hanya karena manajemen perusahaan. Akan tetapi tidak jarang naik dan turun laba disebabkan oleh faktor eksternal.
Sedangkan untuk PBV adalah cara menghitung dengan membagi harga saham di pasar dengan nilai buku per saham. Nilai buku per saham dapat dihitung dengan membagi jumlah ekuitas dengan jumlah saham beredar. Apabila menggunakan metode PBV, semakin rendah rasionya artinya semakin murah saham tersebut. Apabila menggunakan cara valuasi ini, jangan lupa juga untuk membandingkan dengan emiten yang bergerak di sektor serupa. Adapun berikut rumus PER dan PBV:
PER
PER = Harga saham perlembar/ EPS
EPS = Laba bersih / Jumlah saham beredar
PBV
PBV = Harga saham perlembar/ Nilai buku perlembar (BVPS)
BVPS = Total ekuitas / jumlah saham beredar
Apa Itu Nilai Buku Per Lembar Saham?
Book Value atau Nilai Buku merupakan nilai sebuah aset atau kelompok aset dikurangi dengan sejumlah penyusutan nilai yang dibebankan selama umur penggunaan aset tersebut. Nilai buku suatu aset tersebut dalam periode tertentu bisa berbeda antara satu perusahaan dengan perusahaan lainnya. Hal ini terjadi sebab nilai buku suatu aset dipengaruhi oleh metode penyusutan yang digunakan oleh perusahaan tersebut.
Sedangkan, Nilai Buku Saham adalah jumlah rupiah yang menjadi milik tiap-tiap lembar saham dalam modal perusahan. Nilai buku ini adalah jumlah yang akan dibayarkan kepada para pemegang saham pada waktu pembubaran likuidasi perusahaan, jika aktiva dapat dijual sebesar nilai bukunya.
- Cara Menghitung Book Value
Nilai buku per saham didapatkan dari Jumlah Modal PT dibagi dengan jumlah lembar saham yang beredar. Bila saham yang beredar itu terdiri dari saham biasa dan saham prioritas maka pertama kali harus dihitung dahulu bagian modal yang menjadi milik saham prioritas. Sisa modal yang ada menjadi bagian saham biasa.
Nilai buku per lembar saham prioritas adalah bagian modal saham prioritas dibagi dengan jumlah lembar saham prioritas yang beredar. Sementara, nilai buku per lembar saham biasa adalah bagian modal saham biasa dibagi dengan jumlah lembar saham biasa yang beredar.
- Fungsi Nilai Buku per Saham
Nilai Buku per Saham atau Book Value per Share ini sering digunakan untuk membandingkan nilai pasar per saham perusahaan. Jika nilai BVPS perusahaan lebih tinggi dari nilai pasar per sahamnya, maka sahamnya “Undervalued” atau “Murah” yang berarti perdagangan saham lebih rendah dari harga yang ditentukan pasar. Namun apabila nilai BVPS perusahaan lebih rendah jika dibandingkan dengan nilai pasar per sahamnya, maka saham perusahaan tersebut dapat dikatakan kemahalan atau “Overvalued” atau Harga Saham lebih tinggi dari harga yang ditentukan Pasar.
Dengan demikian, Nilai Buku per Saham atau BVPS ini dapat menentukan apakah saham suatu perusahaan telah “Overvalued” atau masih “Undervalued”. Hal ini tentunya dapat membantu para Investor untuk mengambil keputusan apakah membeli atau tidak membeli saham tertentu.
Penutup
Sahabat Blog Learning & Doing demikianlah penjelasan mengenai Lembar Saham . Semoga Bermanfaat . Sampai ketemu lagi di postingan berikut nya.